TRADISI
NASI KUNING
di
KELUARGA KU
di
KELUARGA KU
Kali
ini saya akan membahas tradisi unik yang ada di keluarga saya, yaitu Tradisi
Nasi Kuning. Telah lama sekali saya mengenal Nasi Kuning yang dibentuk seperti keucut, biasa kita
menyebutnya tumpengan. Makanan ini
telah menjadi makanan favorit saya sejak kecil. Ibu saya selalu rajin
membuatkan nasi kuning setiap kali ada salah seorang dari anggota keluarga saya
yang sedang berulang tahun. Entah itu ayah saya, ibu saya, adik-adik saya,
maupun saya sendiri. Ternyata tradisi membuat nasi kuning ini sudah dilakukan
sejak jaman kakek buyut saya. Tradisi ini sudah turun temurun di keluarga saya.
Percaya atau tidak, jika salah seorang di keluarga saya ada yang sedang
berulang tahun, lalu ibu saya tidak membuatkan nasi kuning, maka orang yang sedang
berulang tahun itu akan jatuh sakit atau akan terjadi kesialan di hari jadinya
itu.
Ketika saya duduk di kelas 5SD, saya meminta untuk
tidak dibuatkan nasi kuning ketika saya sedang berulang tahun. Lalu ibu saya
tidak membuatkannya, pada hari itu juga saya mengalami sakit demam tinggi
secara tiba-tiba. Akhirnya ibu saya harus membuatkan nasi kuning, disaat itu
juga sakit demam tinggi tersebut berangsur-angsur membaik. Karena saya sangat
penasaran dengan kejadian tersebut, ketika saya duduk di kelas 7SMP saya
mencoba kembali meminta kepada ibu saya untuk tidak membuatkan nasi kuning.
Yang terjadi di hari itu adalah saya mengalami nasib yang sangat sial, hingga
dompet saya hilang. Setelah kejadian tersebut, ibu saya langsung memasak nasi
kuning. Bukan hanya saya saja, ketika adik-adik saya berulang tahun dan meminta
untuk tidak dibuatkan nasi kuning, mereka langsung sakit demam. Bahkan ketika
ayah saya berulang tahun dan tidak dibuatkan nasi kuning, ayah saya langsung
jatuh sakit. Dan ketika ibu saya sedang berulang tahun, pada saat itu ibu saya
sengaja tidak membuat nasi kuning, lalu saya dan keluarga pergi untuk
bertamasya, akan tetapi ketika di tengah perjalanan, mobil yang dinaiki oleh
keluarga saya ditabrak oleh bus besar, untung saja keluarga saya tidak
mengalami cedera yang fatal. Sementara mobil saya mengalami kerusakan yang
parah. Keesokan harinya Ibu saya langsung kembali memasak nasi kuning.
Dengan kejadian-kejadian tersebut, sejak itu lah ibu
saya rajin dan tidak abstain membuatkan nasi kuning untuk keluarga saya. Agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Memang yang saya rasakan jika ibu
saya tidak membuatkan nasi kuning, saya merasa ada yang kurang lengkap. Saya
merasa ada yang hilang. Tradisi ini memang sudah turun temurun atau mendarah
daging di keluarga saya. Sampai sekarangpun tradisi ini terus dilakukan di
keluarga besar saya. Tentunya saya berharap tradisi ini terus dilakukan dan
tetap bertahan di keluarga saya hingga akhir jaman. Inilah tradisi yang harus di
pertahankan, oleh sebab itu saya sangat tertarik untuk membahas tradisi ini.
A.
Sejarah
Masyarakat Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting. Meskipun demikian hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam arwah leluhur (nenek moyang) dan dewa-dewa. Nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan diantara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.
Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.
Masyarakat Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting. Meskipun demikian hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam arwah leluhur (nenek moyang) dan dewa-dewa. Nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan diantara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.
Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.
B.
Variasi
Tumpeng Robyong - Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran. Di
bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan
cabai.
- Tumpeng Nujuh Bulan - Tumpeng ini digunakan pada
syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih.
Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah
tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi
daun pisang.
- Tumpeng Pungkur - digunakan pada saat kematian
seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang
disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal
dan diletakkan saling membelakangi.
- Tumpeng Putih - warna putih pada nasi putih
menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral.
- Tumpeng Nasi Kuning - warna kuning menggambarkan
kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara
gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.
- Tumpeng Nasi Uduk - Disebut juga tumpeng
tasyakuran. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
- Tumpeng Seremonial/Modifikasi
C.
Lauk-Pauk
Tidak ada lauk-pauk baku
untuk menyertai nasi tumpeng. Namun demikian, beberapa lauk yang biasa
menyertai adalah perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar/telur goreng, timun yang dipotong melintang, dan daun seledri. Variasinya melibatkan tempe kering, sereundeng, urap kacang panjang, ikan asin atau lele goreng, dan
sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa
lauk-pauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut
(ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-mayur (kangkung, bayam
atau kacang panjang). Setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam
budaya Jawa dan Bali. Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di
kota-kota di Jawa Tengah dan Yogyakarta,
umtuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.
D.
Makna
Simbolik
Nasi putih/Nasi Kuning dan lauk-pauk dalam tumpeng juga mempunyai arti
simbolik:
Nasi putih
/ Nasi Kuning
Berbentuk gunungan atau
kerucut yang melambangkan tangan merapat menyembah kepada Tuhan. Juga, nasi
putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging
haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal.
Bentuk
gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita
pun semakin “naik” dan “tinggi”.
Sedangkan Nasi Kuning melambangkan suasana keceriaan dan kegembiraan selalu dalam menikmati berkat dan karunia apapun
Sedangkan Nasi Kuning melambangkan suasana keceriaan dan kegembiraan selalu dalam menikmati berkat dan karunia apapun
Ayam: ayam
jago (jantan)
Dimasak
utuh dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental),
merupakan simbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang
tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar
(nge”reh” rasa).
Menyembelih
ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk yang dilambangkan
oleh ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela
dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak
perhatian kepada anak istri.
Ikan Lele
Dahulu
lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan bandeng atau gurami atau
lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai.
Hal tersebut merupakan simbol ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup
dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun.
Ikan Teri
/ Gereh Pethek
Ikan
teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan Teri dan
Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan
dan kerukunan.
Telur
Telur
direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan
kulitnya, jadi tidak dipotong, sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih
dahulu.
Hal
tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas),
dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Telur juga
melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang
membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.
Sayuran
dan Urab-uraban
Sayuran
yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih
dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga
mengandung simbol-simbol antara lain:
- Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai.
- Bayam (bayem) berarti ayem tentrem,
- Taoge/cambah yang berarti tumbuh,
- Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/inovatif,
- Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya,
- Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain.
- Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
- Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.
Tahu dan
tempe kering
Melambangkan kesederhanaan dan merakyat
Alas dari
daun pisang
Menyiratkan
wujud kesederhanaan, kebersahajaan dan kembali mensyukuri nikmat alam semesta.
Masakan
Pendamping
Menyimbolkan
sikap kedewasaan dalam menerima dan menyatukan bermacam perbedaan yang
dihadapi.
sama sama gan :D
BalasHapus